First
Who then What
Pilih orangnya dulu, kemudian
katakan keinginanmu…
(by Arief Yahya Dirut Telkom)
CEO
Message kali ini masih tentang value yang ,menyangkut human capital, yakni First Who then What.
Jim Collins dalam buku “Good to Great” menyebutkan bahwa terdapat
dua proses besar untuk menggulirkan perubahan dalam perusahaan Good to Great
yakni : pertama proses “build
up” yang terdiri dari Level 5 Leadership, First Who then
What, & Confront
the Brutal Facts . Proses kedua, “breakthrough” yang terdiri dari Hedgehog
Concept, Culture of Discipline, & Technology Accelerators.
Tentang First Who then What ini, mungkin diantara kita umumnya First What then Who. Kita seringkali terjebak. Kita mengatakan visi dan misi, kemudian setelah
itu kita pilih orang-orangnya.
Ketahuilah bahwa itu adalah baru Level 4 Leadership.
Untuk Level 5 Leadership tidaklah seperti itu, tetapi First Who then What.
Dalam perusahaan Good to Great, adalah penting untuk memilih
orang-orang terlebih dulu dibandingkan menetapkan apa yang harus dilakukan.
Bila diilustrasikan dengan sebuah bus, transformasi Good to Great bukan pertama-tama membayangkan ke arah mana
mengemudikan bus dan kemudian mencari orang untuk menuju ke sana. Tetapi yang
pertama-tama justru mencari orang yang tepat untuk disertakan dalam bus dan
baru kemudian membayangkan kemana membawa bus tersebut. Karenanya, hal yang pertama kali dilakukan
oleh Good to Great
Leaders dalam memulai
transformasi adalah menempatkan orang yang tepat didalam “bus”nya.
Good to Great Leader
memahami tiga kebenaran sederhana, Pertama, selalu dimulai
dengan “siapa” (who) daripada “apa” (what). Hal ini akan membantu kita
beradaptasi terhadap perubahan dunia. Kedua, bila mempunyai orang yang tepat berada di dalam “bus”,
sebagian masalah dalam memotivasi dan mengelola orang akan hilang. Orang yang
tepat akan memotivasi dirinya sendiri untuk selalu memberikan hasil yang
terbaik. Ketiga, arah yang tepat namun dengan orang
yang tidak tepat, tidak akan pernah menciptakan perusahaan yang hebat (great company).
Visi yang hebat tanpa orang yang
hebat adalah tidak tepat (Great vision without great people is
irrelevant)
Ada beberapa contoh perusahan hebat (great company)
yang mengimplementasikan First Who then What, antara lain Wells Fargo dan Bank of America.
CEO Wells Fargo, Dick Cooley memperkirakan bahwa industri perbankan akan
mengalami perubahan. Namun ia lebih fokus “mencari orang yang tepat” dibanding fokus terhadap perubahan industri
tersebut. Cooley mengatakan bahwa dengan memilih orang yang tepat, maka kelak
merekalah yang secara fleksibel akan dapat mengatasi perubahan di masa depan.
Dengan menempatkan orang-orang yang
tepat dalam “bus”nya, Wells Fargo memiliki kinerja yang luar biasa, melebihi
pasar lebih dari tiga kali lipat. Hal ini terjadi pada saat industri perbankan
turun 59% dibawah semacam IHSGnya (Index Harga Saham Gabungan).
Sementara Bank of America awalnya melakukan pendekatan yang
berbeda, mengikuti suatu model yang disebut
“Jendral yang lemah, Letnan yang kuat”.
Mereka beranggapan, jika memilih jendral yang kuat untuk posisi kunci,
maka kompetitor akan pergi. Jika memiliih jendral yang lemah, maka letnan yang
kuat kemungkinan besar akan selalu berada disekitarnya. Namun, jendral yang
lemah di Bank of America ternyata selalu menunggu arahan dari atasannya.
CEO Bank of America, Sam Armacost yang diwarisi model
Jendral yang lemah, mengatakan “Saya datang dengan kondisi yang agak
menyedihkan pada beberapa pertemuan manajemen. Tidak ada satupun yang menentang
saya, bahkan saya tidak mendapatkan masukan. Mereka semua menunggu untuk
melihat kemana arah angin akan bertiup.”
Pada tahun 1998, dari nilai kumulatif dari yang
diinvestasikan, pasar umum (general market) mencapai 20 kali lipatnya. Well
Fargo mencapai 75 kali lipatnya, sedangkan Bank of America hanya 15 kali
lipatnya.
Selain contoh tersebut, ada sebuah perusahaan yang
menerapkan Level 4 Leadership First What then Who, yakni Apple. Perusahaan tersebut menggunakan model seorang
“genius dengan seribu pembantu (Genius with a thousand
helpers). Pada model ini, perusahaan merupakan platform bagi para talent dari
individu-individu yang luar biasa.
Perusahaan-perusahaan yang menggunakan pendekatan ini biasanya akan
sukses sampai dengan talent “genius” tersebut keluar dari perusahaan. Contohnya adalah
Steve Jobs.
Perusahaan-perusahaan yang
menerapkan First Who then What tidaklah memiliki budaya yang kejam (ruthless)
melainkan tegas (rigorous).
Ruthless berarti mengganti orang sembarangan
tanpa pertimbangan yang matang. Ia
membiarkan orang tetap bekerja pada hal-hal yang banyak membuang waktu
berharganya, sementara pada saat yang bersamaan sebenarnya ada kesempatan untuk
mengerjakan pekerjaan yang lebih baik.
Sedangkan rigorous berarti secara konsisten menerapkan standar yang tepat pada
setiap kesempatan dan tingkatan. Orang-orang terbaik tidak perlu merasa
khawatir atas posisinya dan dapat berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya.
Bagaimanakah cara bersikap tegas (rigorous) ?
Pertama, ketika ragu, jangan diterima, tetaplah
mencari yang terbaik.
Untuk tumbuh, perusahaan jangan fokus
pada pasar, teknologi, dan kompetisi. Perusahaan sebaiknya konsentrasi pada
pencarian orang-orang hebat dan mempertahankannya.
Hukum Packard (berasal dari David
Packard, salah seorang pendiri Hewlett – Packard) menyebutkan ” Tidak satupun
perusahaan dapat menumbuhkan revenue/pendapatan secara konsisten lebih cepat dibanding kemampuannya
memilih orang-orang yang tepat untuk mengimplementasikan pertumbuhan tersebut
dan masih menjadi perusahaan hebat.”
(Packard’s Law : “No company can grow revenues consistently faster than its
ability to get enough of the right people to implement that growth and still
become a great company.”)
Kedua, ketika Anda tahu bahwa perlu dilakukan perubahan orang,
lakukanlah.
Orang-orang hebat tidak perlu
diatur, namun perlu dibimbing dan diberi pengertian. Apa yang terjadi pada
orang-orang yang tidak tepat ? Ketika Anda membiarkan orang-orang yang tidak
tepat tetap berada di posisinya, orang-orang yang tepat masih perlu untuk
diberikan kompensasi atas ketidaktepatannya. Dalam hal ini, kompensasi bukan
untuk memotivasi. Orang-orang yang tidak tepat akan selalu menjadi pikiran bagi
Anda dan seringkali menghabiskan energi Anda.
Dalam melakukan perubahan,
lakukanlah segera, jangan menunggu. Seringkali perubahan orang ini
ditunda-tunda disebabkan ketidaknyamanan untuk mengeluarkan orang-orang yang
tidak tepat. Hal tersebut seringkali berdampak pada orang-orang yang tepat.
Perusahaan-perusahaan Good to Great
tidak memiliki teori “try a lot of people and see who
works”. Mereka menggunakan waktunya untuk
mencari orang yang sangat tepat untuk suatu posisi. Ketika Colman Mockler menjadi CEO Gillette,
ia menggunakan 55% waktunya di 2 tahun pertama
untuk mengubah dan memindahkan 38 dari 50 orang tim manajemennya.
Kapan waktunya
melakukan hal tersebut ? Ada 2 pertanyaan
kunci yang dapat membantu : jika Anda mencoba untuk menempatkan
seseorang di suatu tempat, tanyakan pada diri Anda “Apakah Anda akan menerima mereka
kembali?” dan jika ada orang yang datang
kepada Anda dan berkata bahwa dia akan keluar, “Apakah Anda merasa kecewa atau
bisa menerimanya?”
Ketiga, tempatkan orang-orang terbaik Anda
pada peluang terbesar, BUKAN pada masalah terbesar.
Ada kewajaran yang sangat penting
untuk selalu diingat. When you decide to sell off your problems, don’t sell off to
your best people.
(bila Anda memutuskan untuk mengobral masalah Anda, jangan mengobral orang
terbaik Anda). Hal tersebut merupakan salah satu rahasia perubahan. Jika Anda
dapat menciptakan tempat dimana orang-orang terbaik selalu berada di “bus”
Anda, mereka dipastikan akan mendukung setiap perubahan.
Salah satu elemen yang penting dalam
menjadikan perusahaan dari baik menjadi hebat adalah yang disebut paradoks.
Anda membutuhkan eksekutif yang dapat berdebat dan memiliki argumen untuk
memperoleh jawaban terbaik pada satu sisi, namun di sisi lainnya, para
eksekutif tersebut juga secara penuh solid mendukung keputusan yang telah
dibuat.
Perusahaan-perusahaan Good to Great
membuat kebiasaan menempatkan orang-orang terbaiknya pada peluang terbesar,
bukan pada permasalahan terbesar. Manajemen Good
to Great terdiri dari orang-orang yang
bersemangat saling berdebat untuk mendapatkan jawaban yang terbaik dan SOLID
mendukung keputusan tersebut. Orang-orang yang tepat adalah aset terpenting
Anda. (The right people are your most
important assets).
Orang-orang yang tepat lebih kepada karakter (attitude)
dan kapabilitasnya (capability) dibandingkan pengetahuan spesifik (knowledge),
latar belakang ataupun keahlian tertentu (skill).
Semoga perusahaan yang kita cintai ini juga
mampu mengimplementasikan First Who then What sehingga mampu menempatkan orang-orang terbaik di
pusat-pusat pertumbuhan